Tanya:Banyak masyarakat yang memaksakan diri untuk menyambut Lebaran dengan membeli berbagai macam makanan yang mewah, pakaian baru, dan mempercantik rumah. Tidak jarang mereka mengutang demi memenuhi keinginan ini. Bagaimana hukumnya ?
Muyassarah, Yogyakarta.
Jawab:Idul Fitri adalah hari kemenangan umat Islam yang harus dirayakan dengan penuh syukur dan suka cita. Perayaan ini tidak boleh bertentangan dengan hukum Allah supaya berjalan sesuai dengan ketentuan agama. Khusus untuk menyambut keluarga, teman, dan kerabat yang berkunjung di rumah, sesuaikan dengan kemampuan.
Jangan memaksa diri di luar batas kemampuan. Hal ini sesuai kaidah al-masyaqqatu tajlib al-taisir, kesulitan mendatangkan kemudahan, atau kaidah dafu al-mafsadah muqaddam ala jalb al-maslahah, menolak kerusakan lebih didahulukan dari pada mendatangkan kemaslahatan.
Nabi Muhammad saw memerintahkan umat Islam untuk memuliakan tamu, sebagaimana dalam hadis: Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka sebaiknya ia memuliakan tamunya (HR Bukhari- Muslim). Namun, Nabi melarang umatnya untuk memaksakan diri dalam menyambut tamu dengan aneka macam menu makanan dan sajian yang hebat, tapi dengan mengutang.
Sambutlah tamu dengan penuh keramahan, senyum, dan kekeluargaan, dan berilah makanan dan minuman sesuai kemampuan, dan jangan memaksakan diri (Muhammad Nawawi Al-Jawi, Qamií al-Thughan, halaman 22). Sambutan batin (senyum, ramah, ceria, penuh kekeluargaan) lebih penting dari pada sambutan lahir (makanan-minuman).
Memuliakan tamu menjadi tanda keimanan seseorang, tapi tidak harus dengan makanan dan minuman yang mewah supaya dipuji sebagai orang kaya atau motif yang lain. Justru, jika tujuannya untuk menyombongkan kekayaan di hadapan orang lain, maka hukumnya dosa, karena ada penyakit sombong dalam jiwa seseorang.
Dalam konteks hukum Islam, tidak boleh berhutang jika tidak ada harapan mampu melunasinya dalam waktu dekat jika orang yang memberikan hutang tidak tahu keadaan yang sebenarnya, makruh berutang jika tidak punya kebutuhan, dan diperbolehkan bagi orang yang mempunyai kebutuhan mendesak (darurat) (Muhammad Nawawi Al-Jawi, Nihayah al-Zain, halaman 240).
Selain itu, kebersihan menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan dalam menyambut tamu. Jika tempat bersih dan asri, dan disambut dengan senyuman dan keramahan, maka tamu akan kerasan dan terkesan, sehingga akan mengambil banyak pelajaran dari shilaturrahim yang dijalaninya.
Jauhkan sifat sombong, mengumbar omongan, dan memperlihatkan kelebihan supaya orang lain kagum dan takjub, karena tamu akan menerimanya dengan ketidaksukaan dan ingin cepat-cepat pulang. Kesederhanaan dalam penampilan, makanan, minuman, dan rumah justru memperlihatkan kematangan mental seseorang, kedewasaan cara berpikir, dan kemuliaan akhlaknya.
Itulah yang dicontohkan baginda Nabi Muhammad Saw sebagai teladan bagi umatnya dalam menjalani kehidupan. Kesederhanaan dan tampil apa adanya, tidak memaksakan diri, justru membuat seseorang mampu menikmati episode hidup dengan penuh kebahagiaan, kedamaian, dan ketenteraman. Tentu, kualitas seperti inilah yang menjadi tujuan manusia dalam hidup. Wallahu Alam.(H15-45)