Perkembangan bank syariah di Indonesia yang cukup pesat sekaligus tingginya kebutuhan SDM berwawasan syariah yang terampil menuntut Sekolah Tinggi Agama Islam yang ada dalam negeri untuk selalu menyiapkan kader dan lulusannya agar siap pakai ketika nanti berkecimpung di dunia perbankan syariah. Berangkat dari itu, STAIMAFA mengadakan workshop (15/4) bertemakan “Menggagas Pusat Kaderisasi Sumber Daya Manusia Perbankan Syariah Yang Kompetitif Dan Terampil Di Jawa Tengah” dengan beberapa narasumber dari Dewan Syariah Nasional yang bertempat di auditorium STAIMAFA.
Selain acara workshop juga terjadi kerjasama antara STAIMAFA dan DSN melalui MOU dalam meningkatkan hubungan dan jaringan baik dalam bentuk fatwa maupun pelatihan perbankan syariah ke depan. MOU tersebut ditandatangi langsung oleh Ketua STAIMAFA, Abdul Ghafar Rozin (Gus Rozin) dan Dr. Ikhwan Syam dari DSN MUI. Beberapa narasumber dari Dewan Syariah Nasional MUI meliputi Dr. Ikhwan Abidin Basri, Dr. Setiawan Boedi Utomo, Dr. Ikhwan Syam, Dr. Hasanuddin dan Dr. Nurrahmat. Acara tersebut dimoderatori langsung oleh Manhajussyidat, MA, yang sekaligus aktif sebagai DPS di salah satu LKS di Pati.
Dr. Nurrahmat, dalam paparannya menyampaikan beberapa hal penting di antaranya adalah hal penting yang dibutuhkan oleh tenaga DPS sekarang yaitu menyiapkan SDM unggul yang tidak hanya menguasai keilmuan syariah tapi juga pengetahuan ilmu ekonomi modern seperti neraca, statistic, matematika, dll. Sementara Dr. Ikhwan Abidin yang lulusan International Islamic University Islamabad menggambarkan mengenai bagaimana mendesain kurikulum perbankan syariah yang ideal. Setidaknya dalam menentukan kurikulum perbankan syariah ada tiga komponen utama yang mesti disiapkan yaitu: pertama, ilmu alat yang mencakup penguasaan bahasa Arab dan Inggris, kedua ilmu utama (major) yang meliputi ilmu ekonomi (makro dan mikro) manajemen keuangan, banking and finance, akuntansi, fiqh muamalah, dll. Terakhir adalah program keahlian yang dapat menentukan output yang diinginkan seperti konsentrasi pada akuntansi, marketing, kewirusahaan dll.
Di sesi kedua, Dr. Hasanuddin yang aktif di tim penetapan fatwa MUI memaparkan hal ihwal metode istinbath hukum di bidang perbankan syariah. Beberapa tahapan yang menjadi pijakan MUI dalam mengeluarkan fatwa meliputi: tasawwurul masalah yang mengharuskan penguraian masalah dan pemahaman secara substansial mengenai masalah yang akan dihukumi. Kemudian setelah itu melakukan penelitian di berbagai sumber yang ada yaitu Al-Quran, Hadist, Ijma dan Qiyas dan berbagai kitab kuning yang menjadi rujukan ilmu fiqh. Baru setelah itu akan dilakukan proses pengambilan hukum yang sesuai. Jadi proses pengeluaran fatwa tidak hanya melalui proses yang singkat dan mudah dengan memegang prinsip kehati-hatian.
Dari narasumber terakhir, Dr. Setiawan menguraikan topik mengenai regulasi, fatwa dan sistem perbankan syariah di Indonesia. Di antara hal penting yang dijelaskan terkait dengan regulasi yang menunjang pengembangan dan fungsi sosial perbankan syariah. Selain itu Setiawan juga menekankan tiga komponen penting yang ada dalam perbankan syariah meliputi: regulasi atau hukum, produk perbankan yang fariatif dan kompetitif dan managemen yang memadai. Di sela akhir paparanya, dia juga menyarankan adanya studi banding oleh STAIMAFA di BI untuk peningkatan wawasan dan pengetahuan secara langsung.
Pada akhir sesi forum workshop, Ketua STAIMAFA menambahkan perlu adanya workshop lanjutan yang sifatnya lebih riel dan teknis baik dalam bidang istinbath, penentuan kurikulum, hukum dan lain sebagainya sehingga menghasilkan upaya yang berkelanjutan dan nyata dengan mengundang pada ahli dari DSN MUI.
Setelah waktu menunjukkan kurang lebih pukul 14.00, acara workshop diakhiri oleh moderator dengan pemberian cinderamata secara simbolis oleh masing-masing narasumber kepada Ketua STAIMAFA.