Pertanyaan:
Saya ingin mengajukan kredit kepemilikan rumah (KPR) yang sesuai syariah, bagaimana caranya?
Hanafi, Tenggeles Kudus

Jawaban:
Rumah termasuk kebutuhan pokok dan menjadi salah satu faktor penentu kebahagian manusia di dunia. Nabi saw. bersabda “Di antara kebahagiaan anak Adam ada tiga: wanita yang baik (salihah), tempat tinggal yang baik dan kendaraan yang baik. Dan di anatar kerugian anak Adam ada tiga: wanita yang buruk, tempat tinggal yang buruk dan kendaraan yang buruk” (Musnad Ahmad: 1368).

KPR syariah menjadi salah satu pilihan yang tepat bagi mereka yang ingin memiliki rumah melalui kredit bank atau lembaga keuangan syariah (LKS). Selain karena alasan keabsahan akad, KPR syariah diminati karena memberikan beberapa keuntungan bagi nasabah seperti ketetapan biaya angsuran yang tidak dipengaruhi fluktuasi suku bunga.

Sebetulnya ada beberapa skema yang ditawarkan bank syariah kepada nasabah yang ingin mengajukan KPR sesuai akad syariah, namun secara umum, ada dua skema yang sering dipraktekkan kaitannya dengan pembiayaan KPR yaitu:

Pertama menggunakan skema akad Murabahah:
Akad murabahah adalah akad jual beli antara dua pihak dimana harga beli dan margin keuntungan harus diketahui oleh kedua belah pihak. Murabahah termasuk dalam kategori akad amanah karena penjual mempunyai kewajiban (amanah) untuk jujur memberitahukan harga pembelian barang dengan ditambah margin profit yang diperoleh. Karena asas yang dipakai adalah keterbukaan, masing-masing pihak baik bank maupun nasabah yang mengajukan mengetahui berapa harga pokok pembelian barang plus margin keuntungan yang diperoleh. 

Untuk kasus KPR syariah, nasabah dapat mengajukan di bank atau LKS lain yang menyediakan pembiayaan KPR berba
sis syariah. Biasanya bank mensyaratkan uang muka (down payment) tertentu sebagai tanda keseriusan nasabah untuk membeli seperti 30% dari total pembiayaan dan sisanya 70% dibiayai oleh bank. Pada prakteknya, bank membiayai pembelian rumah yang diperlukan nasabah lalu menjualnya dengan harga yang ditetapkan di awal ditambah margin keuntungan yang disepakati. Dalam pelunasannya, nasabah membayar cicilan KPR tersebut secara tetap (fixed) dari awal sampai masa angsuran selesai. Di sini lah yang menjadi nilai plus skema murabahah karena nasabah tidak dihadapkan pada masalah naik turunnya angsuran ketika suku bunga berubah. Teknis penghitungan murabahah dapat dilihat pada rubrik  interaktif edisi Kamis, 21 Juni 2015)

Kedua menggunakan skema pembiayaan musyarakah mutanaqishah. Skema ini berdasarkan konsep syirkatul milk (kemitraan dalam kepemilikan) yang menurut madzhab Syafi’iyah termasuk dalam kategori syirkatul inan(Wahbah Zuhaily, Mausu’atul Fiqh al—Islami wal-Qadhaya al-Muashirah, 2010, juz 2, hlm. 590). Jika dalammurabahah memakai prinsip jual beli, dalam musyarakah menggunakan kerjasama kepemilikan aset. Misal: harga rumah Rp 100 juta, modal yang disetor nasabah Rp 40 juta dan bank Rp 60 juta, maka prosentase porsi kepemilikan masing-masing adalah 40% milik nasabah dan 60% milik bank yang secara akumulatif dibelikan rumah tersebut. Bank kemudian menyewakan (ijarah) porsi kepemilikan rumah (60%) kepada nasabah dengan harga sewa sesuai kesepakatan, misal: Rp 1 juta/bulan selama setahun, jadi total sewa Rp 12 juta. Selain membayar sewa, nasabah setiap bulannya akan membeli porsi kepemilikan bank, misal: Rp 5 juta/bulan sehingga porsi kepemilikan nasabah bertambah dan di akhir masa sewa kepemilikan rumah 100% menjadi milik nasabah.