Pertanyaan:
Bagaimana hukum
seseorang memberi santunan anak yatim/miskin dari hasil meminjam orang lain,
dengan tujuan ingin membantu di bulan Ramadhan?
Khoerul Anas, Undaan
Tengah Kudus
Jawaban:
Agama Islam
mengajarkan sikap saling membantu dan tolong menolong antara sesama manusia.
Dalam al-Quran Allah Swt. berfirman: “... Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan permusuhan” (QS. Al-Maidah: 2).
Nabi Saw. bersabda,
“Barangsiapa melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah
melapangkan darinya satu kesusahan di hari kiamat. Barangsiapa memudahkan
(urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allah memudahkan
baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib)
seorang muslim, maka Allah akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah
senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR.
Abu Hurairah).
Memberi santunan
kepada anak yatim atau orang miskin merupakan perbuatan terpuji dalam syariat
karena termasuk dalam makna hadis di atas, karena sedekah akan meringankan
beban orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Macam-macam sedekah
Sedekah para
dasarnya bermacam-macam. Pertama, sedekah wajib seperti zakat fitrah, zakat harta
(maal), nazar, dan kafarat. Kedua, sedekah sunnah yang disebut sadaqah
tathawwu’.
Istilah sedekah
kedua ini yang lazim dipraktikkan masyarakat secara umum, yaitu sedekah yang
dilakukan bukan merupakan kewajiban pelakunya, melainkan demi untuk mendekatkan
diri kepada Allah Swt. dan mendapatkan pahala di akhirat (Raudlah al-Thalibin, Juz
5, halaman 364).
Sedekah wajib berbeda dari sedekah sunnah. Dalam
sedekah sunnah ketentuannya lebih fleksibel karena tidak ada batasan tertentu
yang harus dikeluarkan, juga tidak ada kriteria khusus mengenai mustahiq
(penerima) sedekah. Sedekah bisa diberikan kepada orang kaya maupun miskin. Jumlah
harta yang disedekahkan pun boleh banyak, boleh sedikit. Meskipun demikian, tetap disunnahkan orang yang menerima sedekah adalah
orang yang membutuhkan seperti fakir-miskin dan yatim.
Melihat pertanyaan di
atas, santunan yang dilakukan merupakan sedekah sunnah yang dianjurkan agama.
Ketentuan sedekah tathawwu’ tidak disyaratkan bahwa kondisi orang yang
bersedekah dalam keadaan lapang atau papa, karena semua mukmin dianjurkan
mengeluarkan sedekah.
Terkait dengan
sedekah dengan harta pinjaman (hutang), harus dilihat situasinya. Jika hutang
tersebut tidak mendesak harus dibayar atau masih ada toleransi waktu dari
pemberi piutang, maka hukumnya boleh bersedekah dengan harta pinjaman. Tetapi
jika hutang tersebut statusnya wajib dibayar seperti sudah jatuh tempo atau
sudah ditagih oleh pemiliknya maka tidak diperbolehkan bersedekah dengan
pinjaman (Lihat, Wahbah Zuhaily, Mausu’atul Fiqh al-Islami wal-Qadhaya
al-Mu’ashirah, Juz 3, Hal 71-72). Hal ini karena secara prinsip, tidak
diperbolehkan mendahulukan sunnah (seperti sedekah) dengan meninggalkan
tanggungan wajib (seperti membayar hutang).
Dengan melakukan
sedekah secara benar, santunan dan derma seorang muslim diharapkan diterima dan
mendapat balasan oleh Allah swt. Nabi Saw. bersabda: “Siapa saja di antara
orang mukmin yang memberi makan saudaranya sesama mukmin yang lapar, niscaya
Allah akan memberinya buah-buahan surga. Siapa saja di antara orang mukmin yang
memberi minum saudaranya sesama mukmin yang dahaga, niscaya Allah akan
memberinya minuman rahiqul makhtum…” (HR. At-Tirmidzi). Walllahu
a’lam