Oleh : Mumu Mubarok, S.S, M.EI *)
  1. Pendahuluan
Setiap perusahaan yang ingin mewujudkan tujuan perusahaan dan meraih keuntungan, juga harus memiliki kontribusi positif kepada masyarakat sekitar sebagai wujud kepedulian sosial perusahaan. Bagi Lembaga Keuangan Syariah, instrumen zakat dapat menjadi salah satu sarana untuk mewujudkan kepedulian sosialnya. Secara normatif, kewajiban zakat tidak saja berdimensi vertikal(hablun minallah) semata tetapi juga memiliki dimensi horisontal (hablun minannas).[2]
Indonesia dengan mayoritas penduduk beragama Islam dengan sendirinya memiliki potensi zakat terutama zakat maal yang sangat besar, strategis dan potensial. Berdasarkan hasil penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) yang bekerjasama dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Indonesia memiliki potensi 217 triliun rupiah dari hasil pengumpulan zakat setiap tahunnya. Potensi tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan dengan potensi zakat di beberapa negara Islam seperti : Jordania, Kuwait, Mesir, Arab Saudi, dan Pakistan.[3]
Besarnya potensi zakat di Indonesia juga mendorong pemerintah mengeluarkan regulasi tentang zakat, diantaranya Undang-undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan Undang-undang No. 23 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Zakat. Kedua undang-undang tersebut, mengamanahkan bahwa yang berhak mengelola potensi zakat yang demikian besar itu adalah lembaga pengelola zakat resmi baik itu Badan Amil Zakat (BAZ) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Oleh karena itu beberapa bank syariah telah membentuk LAZ untuk menyalurkan dana zakatnya, seperti Baitulmaal Muamalat, Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat, dan Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM-BRI). Dengan kehadiran BAZ dan LAZ tersebut diharapkan dana zakat akan lebih bermakna dalam peningkatan kesejahteraan mustahiq melalui penyaluran zakat yang bersifat produktif.


  1. Zakat Produktif
Zakat produktif adalah pemberian zakat yang dapat membuat para penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus dengan harta zakat yang diterimanya. Dana zakat yang diberikan kepada mustahiq tidak dihabiskan untuk kebutuhan konsumtif, akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup secara terus menerus.[4] Pengelolaan zakat secara produktif ditujukan agar para penerima zakat menerima manfaat lebih dari dana yang diterima dan dapat meningkatkan kesejahteraan mereka, sehingga mereka tidak memerlukan zakat lagi, bahkan menjadi wajib zakat (muzakki).
Pemberian zakat secara produktif tidak selalu harus dalam bentuk uang. Menurut Sahal Mahfudz, zakat atas persetujuanmustahiq dapat diberikan dalam bentuk barang atau uang dengan tujuan untuk modal kerja atau usaha dalam kegiatan ekonomi. Melalui cara itu zakat diharapkan memiliki nilai tambah bagi masa depan mustahiq sehingga masyarakat yang sekarang menjadi mustahiq di masa mendatang dapat berubah menjadi muzakki karena nilai tambah yang dia peroleh dari pengelolaan zakat.[5]
Gagasan Sahal Mahfudz tersebut tidak berhenti dalam tataran ide atau teori, namun secara konkrit beliau melaksanakannya sebagaimana penuturannya :
“Pernah suatu kali, saya mencobanya kepada pengemudi becak di Kota Pati. Saya lihat dia memang tekun mangkal di pasar untuk bekerja sebagai tukang becak. Pada saat kesempatan pembagian zakat tiba, saya zakati dia. Hasil zakat bulan Syawal yang berupa zakat maal, zakat fithrah, dan infaq, dikumpulkan dan saya salurkan dengan membelikan untuknya, sebuah becak. Sebelumnya dia hanya pengemudi becak milik orang non-pribumi. Namun sekarang dia telah memiliki dua buah becak. Usahanya ini berkembang dan sehari-harinya ia tidak harus mengemudikan becak dengan mengejar target setoran. Dengan mengemudikan becak hingga jam tiga sore, hasilnya sudah cukup untuk makan dan menjaga kesehatan. Setelah itu ia bisa kumpul-kumpul mengikuti pengajian. Dengan cara ini, meskipun ia tidak menjadi kaya, tetapi jelas ada perubahan sosial.”[6]

  1. Sinergi Lembaga Keuangan Syariah dengan BAZ/LAZ
Dalam rangka menjalankan amanah undang-undangtentang pengelolaan zakat, maka lembaga keuangan syariah perlu menjalin sinergi dengan BAZ/LAZ. Agar sinergi tersebut mendatangkan keuntungan pada kedua belah pihak, maka LKS dapat menyalurkan zakatnya kepada BAZ/LAZ secara muqayyadah.
Zakat muqayyadah adalah salah satu pola penyaluran zakat dari muzakki kepada lembaga pengelola zakat. Pada pola inimuzakki diperbolehkan memberikan permintaan atau syarat kepada lembaga pengelola zakat dalam hal kriteria mustahiqatau bentuk program penyaluran atas dana yang diberikannya. Dengan kata lain, Zakat muqayyadah adalah zakat yang telah ditentukan mustahiqnya oleh muzakki, baik tentang asnaf, orang per orang, maupun alokasinya.[7] Lembaga zakat dapat meminta muzakki untuk mengganti biaya operasional yang muncul atas zakat muqayyadah ini.
Sinergi antara LKS dengan BAZ/LAZ akan mendatangkan benefit tersendiri bagi LKS, antara lain : LKS tidak perlu mengalokasikan waktu khusus untuk melakukan penyerahan zakat dan dengan sendirinya akan menumbuhkan citra positif LKS di masyarakat.

  1. APLIKASI ZAKAT PRODUKTIF
Aplikasi zakat produktif di LKS, biasanya ditujukan bagi masyarakat yang tergolong asnaf miskin namun memiliki usaha produktif atau memiliki keinginan membuka usaha dengan harapan dapat membantu meningkatkan perekonomian keluarga. Dana zakat diberikan dengan skema pinjaman bergulir, artinya setiap dana zakat yang diserahkan kepada mustahiqdiharapkan dapat dikembalikan secara bertahap selama jangka yang telah ditentukan. Dana yang telah dikembalikan, kemudian akan digulirkan kembali dalam skema yang sama kepada mustahiq lain atau mustahiq yang sama.
Skema pinjaman bergulir ini menggunakan akad qordh, sehingga mustahiq memiliki kewajiban mengembalikan pokok pinjaman dengan cara mengangsur setiap bulan selama jangka waktu yang telah disepakati.
Dalam pelaksanaannua, LKS seringkali mengalami kesulitan dalam menentukan nasabah atau mustahiqMustahiq yang dipersyaratkan dalam program ini adalah asnaf miskin yang memiliki usaha atau memiliki kemauan keras untuk berusaha. Kriteria ini tidak mudah, karena rata-rata asnaf miskin tidak memiliki usaha dan semangat untuk usaha pun rendah. Sebagai solusinya, pencarian penerima qordh diutamakan bagi asnaf miskin dari lingkungan tempat tinggal karyawan atau yang sudah dikenal baik oleh karyawan.
Namun demikian, pola ini juga masih belum memecahkan kesulitan menemukan calon penerima qardh yang sesuai dengan kriteria. Harapan perusahaan agar program qardh digulirkan kepada orang yang berbeda setiap tahunnya sulit terwujud. Akhirnya, beberapa penerima dapat menerima fasilitas qardh secara berulang-ulang pada tahun berikutnya. Hal itu berarti penerima fasilitas qardh tidak pernah meningkat taraf ekonominya.

  1. OPTIMALISASI ZAKAT PRODUKTIF
Melalui tulisan ini, penulis menawarkan langkah sistematis agar qardh bisa berdampak signifikan bagi peningkatan taraf hidup mustahiq. Metode yang ditawarkan ini, paling tidak memiliki dua landasan pemikiran, yaitu :
  1. Mengambil hikmah dari gagasan Sahal Mahfudh yang pernah melembagakan pengelolaan zakat di beberapa desa melalui koperasi atau semacam panitia. Panitia bertugas hanya sekadar mengumpulkan zakat dan mengatur pembagiannya. Hasilnya tidak langsung dibagikan dalam bentuk uang, tetapi diatur sedemikian rupa supaya tidak bertentangan dengan agama. Mustahiq diserahi zakat berupa uang, tetapi kemudian ditarik kembali sebagai tabungannya untuk keperluan pengumpulan modal.[8] Dengan cara tersebut, dana yang diterima mustahiq tidak habis digunakan untuk konsumsi, tetapi berubah menjadi modal kerja yang di masa yang akan datang akan memberikan nilai manfaat bagi mustahiq.
  2. Pada dasarnya dana zakat yang diserahkan kepada seorang mustahiq adalah milik mustahiq. Dia memiliki kebebasan untuk menggunakan dana zakat yang diterima sesuai dengan kebutuhannya dan tidak memiliki kewajiban sedikitpun untuk mengembalikan dana tersebut. Namun apabila dana zakat diberikan kepada mustahiq tanpa ada syarat atau arahan apapun, hampir bisa dipastikan dananya akan habis untuk kebutuhan rumah tangga. Oleh karena itu, diperlukan sebuah strategi agar dana zakat tetap bisa produktif dan memberikan nilai tambah bagi mustahiq dengan tidak mengurangi hak mereka.
Berangkat dari dua pemikiran diatas, penulis menawarkan sebuah metode penyaluran qardh yang dapat mendatangkan nilai manfaat yang lebih besar baik bagi mustahiq maupun bagi LKS, sebagai berikut :
  1. LKS harus memiliki target perubahan status seorang mustahiq menjadi muzakki sekurang-kurangnya dalam waktu 3 (tiga) tahun.
  2. Pada tahun pertama, LKS menyalurkan dana zakat dengan skema qardh sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Mustahiq memiliki kewajiban mengembalikan dana mulai bulan ketiga sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) per bulan. Hal ini dilakukan agar pada bulan pertama dan kedua, mustahiqdapat leluasa mengembangkan dana yang diterima untuk usaha tanpa terbebani dengan kewajiban angsuran.
Sebagai ilustrasi, apabila pencairan qardh dilakukan pada bulan Januari, maka skema angsuran mustahiq adalah sebagai berikut :
BULANANGSURAN BULANANSISA PINJAMAN
JanuariRp 1.000.000,-
FebruariRp 1.000.000,-
MaretRp 100.000,-Rp     900.000,-
AprilRp 100.000,-Rp   800.000,-
MeiRp 100.000,-Rp   700.000,-
JuniRp 100.000,-Rp   600.000,-
JuliRp 100.000,-Rp   500.000,-
AgustusRp 100.000,-Rp   400.000,-
SeptemberRp 100.000,-Rp   300.000,-
OktoberRp 100.000,-Rp   200.000,-
NopemberRp 100.000,-Rp   100.000,-
DesemberRp 100.000,-Rp              0,-
Dana pengembalian dari mustahiq dicatat dalam rekening qardh pada neraca LKS. Rekening ini merupakan rekening penampungan atas semua angsuran dana qardh dari mustahiq.
Penyaluran pada tahun pertama dilakukan sebagai test case apakah mustahiq merupakan orang yang memiliki potensi berubah menjadi muzakki (kategori A) atau tetap berada dalam kemiskinannya (kategori B). Tes case ini dilihat dari indikator kelancaran dan ketertiban mustahiq dalam menunaikan kewajiban angsurannya. Bagi mustahiq yang pada tahun pertama dapat mengembalikan dana tepat waktu sesuai jadwal dapat dikatakan dia memiliki etos kerja dan sikap amanah yang bagus, maka perlu dilanjutkan untuk tahap selanjutnya.
  1. Pada tahun kedua, LKS kembali menyalurkan dana zakat dengan skema qardh sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada mustahiq yang di tahun pertama dinilai masuk pada kategori A dengan kewajiban mengembalikan pokok pinjaman dan infak bulanan sesuai jangka waktu.
Pada pencairan tahap kedua ini, sejak awal LKS sudah meniatkan bahwa dana yang disalurkan adalah milik mustahiq tanpa memberitahukan dulu kepada mustahiq. Jika mustahiq telah mengembalikan pokok pinjaman dan infaknya, maka dana tersebut akan dikembalikan dan diserahkan kepada mustahiq selaku pemiliknya pada tahun keempat. Pencatatan pengembalian pokok pinjaman dan infaq bulanan dari mustahiq dicatat dalam rekening tabungan wadiah milik mustahiq.
Dengan demikian jadwal pembayaran angsuran pada tahap kedua ini dapat digambarkan sebagai berikut :
BULANANGSURAN PINJAMANINFAQ BULANANSALDO TABUNGAN
Januari
Februari
MaretRp 100.000,-Rp     10.000,-Rp     110.000,-
AprilRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   220.000,-
MeiRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   330.000,-
JuniRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   440.000,-
JuliRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   550.000,-
AgustusRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   660.000,-
SeptemberRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   770.000,-
OktoberRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   880.000,-
NopemberRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   990.000,-
DesemberRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   1.100.000,-

  1. Pada tahun ketiga, LKS kembali menyalurkan dana zakat dengan skema qardh sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada mustahiq yang telah mengembalikan seluruh dana berserta infaqnya. Fasilitas ini diberikan dengan mekanisme yang sama persis seperti fasilitas pada tahun kedua.





Dengan demikian jadwal pembayaran angsuran pada tahap ketiga ini dapat digambarkan sebagai berikut :
BULANANGSURAN PINJAMANINFAQ BULANANSALDO TABUNGAN
JanuariRp   1.100.000,-
FebruariRp   1.100.000,-
MaretRp 100.000,-Rp     10.000,-Rp   1.210.000,-
AprilRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   1.320.000,-
MeiRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   1.430.000,-
JuniRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   1.540.000,-
JuliRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   1.650.000,-
AgustusRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   1.760.000,-
SeptemberRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   1.870.000,-
OktoberRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   1.980.000,-
NopemberRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   2.090.000,-
DesemberRp 100.000,-Rp   10.000,-Rp   2.200.000,-

  1. Pada tahun keempat, LKS menyerahkan seluruh saldo tabungan kepada mustahiq senilai Rp 2.200.000,-. Penyerahan dapat dilakukan dalam bentuk tabungan wadiah atau rekening deposito. Dengan demikian, pada tahap ini mustahiqtelah memiliki harta berupa deposito senilai Rp 2.200.000,- yang dapat digunakan sebagai simpanan investasi mustahiq. Secara ekonomi, taraf hidup mustahiq telah meningkat dengan kepemilikan depositonya meskipun belum sepenuhnya menjadi muzakki.
Usaha yang sudah berlangsung dan berjalan dengan baik dapat menjadi sarana mustahiq memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Demikian pula jika mustahiq membutuhkan tambahan modal, maka dia bisa mengajukan mengajukan pembiayan kepada BPRS baik berupa murabahah, mudharabah, musyarakah, atau produk lainnya dengan menggunakan agunan deposito yang dimiliki.
Seluruh rangkaian proses yang dilakukan selama tiga tahun, jika dilakukan dengan konsisten maka akan mampu membuatmustahiq berdaya, minimal dia tidak menggantungkan lagi pada dana zakat. Demikian pula dengan berubahnya statusmustahiq dari peserta penerima qardh menjadi penerima fasilitas pembiayaan, maka mendatangkan keuntungan materi bagi LKS yaitu melalui margin atau bagi hasil yang diperoleh atas pembiayaan.

  1. KESIMPULAN
    1. Sinergi antara LKS dengan BAZ/LAZ dalam pengelolaan zakat, akan memberikan keleluasaan bagi LKS untuk lebih memfokuskan sumber daya yang ada kepada sektor bisnis, yaitu membangun perusahaan yang memiliki portofolio rasio keuangan yang sehat, permodalan yang kuat, serta profit yang tinggi, dan kesejahteraan karyawan yang semakin meningkat.
    2. Mekanisme pengelolaan zakat produktif melalui akad qardh yang terstruktur dan sistematis, akan mampu meningkatkan taraf kesejahteraan mustahiq dan memutus ketergantungan mereka terhadap orang kaya.


*) Dosen Prodi Perbankan Syariah STAIMAFA, Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Daerah Pati
[1] Tema disampaikan pada diskusi Center of Shariah Banking Fatwa CSiF – STAIMAFA, 13 Juni 2015
[2] Yasin Baidi, “Zakat dan Dinamika Perubahan Sosial”, dalam Madzhab Jogja ke-2, (Yogyakarta : Penerbit Fak. Syariah UIN Sunan Kalijaga, 2006), hlm. 42-43
[3] “Ternyata Indonesia Memiliki Potensi Zakat Terbesar di Dunia”, dalam www.kompasiana.com, diakses tanggal 1 September 2014
[4] Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam, hlm. 64
[5] Wakhrodi, “Maqashid Syariah dalam Pemikiran Fiqh KH. Sahal Mahfudh” dalam Epistemologi Fiqh Sosial, (Pati : Fiqh Sosial Institute, 2014), hlm. 56
[6] Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqh Sosial, (Yogyakarta: LkiS Group : 2012), hlm. 130-131
[7] Fatwa Majlis Ulama Indonesia No. 15 tahun 2011 tentang Penarikan, Pemeliharaan, dan Penyaluran Harta Zakat
[8] Sahal Mahfudh, Nuansa Fikih Sosial, hlm. 130-131