Tanya:Bagaimana hukum mengikuti kuis di televisi saat Ramadan ?
Abu Tsaqib, Yogyakarta.
Jawab:Di bulan Ramadan, hampir seluruh sektor ekonomi bergeliat. Pasar tradisional yang menjadi lumbung ekonomi masyarakat ramai dikunjungi para pembeli. Mal-mal juga ramai diserbu pengunjung. Media masa, cetak maupun elektronik, juga berlomba-lomba menarik perhatian masyarakat dengan menggelar acara kuis berhadiah uang jutaan rupiah, khususnya ketika sahur dan berbuka.
Kuis berhadiah di bulan suci ini menjadi salah satu alat promosi canggih bagi perusahaan, apalagi waktunya menjelang berbuka dan ketika makan sahur ketika jutaan umat Islam sedang duduk manis menunggu waktunya berbuka dan makan sahur.
Anggaran besar yang disediakan perusahaan untuk memberikan hadiah dalam kuis ini sebanding dengan dampak yang ditimbulkannya, yaitu melekatkan ingatan konsumen terhadap produk yang dipasarkan, sehingga mereka tergerak untuk membelinya.
Dalam Islam, kuis berhadiah ini bisa masuk dalam bab musabaqah (perlombaan) dan jualah (sayembara). Dalam musabaqah ada beberapa aturan. Pertama, jika iwadl (hadiah) yang diperebutkan berasal dari salah satu peserta, tidak semua peserta, maka hukumnya boleh. Kedua, jika hadiah berasa dari seluruh peserta, maka hukumnya tidak boleh.
Ketiga, jika hadiah dari seluruh peserta, tapi ada pihak ketiga yang ikut sebagai peserta dengan syarat tidak membayar apapun, jika menang mendapat hadiah dan jika kalah tidak mendapat denda. Dalam hal ini diperbolehkan (Baca Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri, Juz 2, halaman 306-310). Dalam musabakah ini yang menjadi problem hukum adalah sumber hadiahnya. Jangan sampai berubah menjadi ajang perjudian yang dilarang dalam Islam.
Dalam kasus kuis berhadiah ini, hadiah disediakan oleh perusahaan yang mengadakan kuis dan peserta tidak diwajibkan membayar apapun, maka jelas diperbolehkan. Hadiah yang didapat adalah kemenangannya dalam menelepon dan menjawab pertanyaan yang diajukan secara tepat. Kuis berhadiah ini juga bisa masuk dalam jualah (sayembara).
Jualah adalah memberikan hadiah kepada seseorang jika mampu melakukan kerja yang ditentukan. Dalam kasus ini beban kerjanya adalah menelepon dan menjawab pertanyaan yang diajukan. Jika seseorang mampu menjawab pertanyaan dengan benar, maka ia mendapatkan hadiah yang dijanjikan (Baca Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al- Bajuri, Juz 2, halaman 32-34).
Selain mengikuti kuis berhadiah ini, yang lebih penting bagi umat Islam sesungguhnya adalah menghayati substansi Ramadan yang mendorong ke arah pembentukan mental jujur, disiplin, cinta ilmu, mandiri, suka berbagi dan meringankan beban orang lain, dan meningkatkan persaudaraan. Dalam konteks kuis berhadiah ini, umat Islam tidak boleh bermental thama (mengharap bantuan orang lain secara gratis tanpa keringat) dan melakukan hal-hal yang sifatnya instan.
Umat Islam justru harus berlatih mencintai kerja keras, kerja cerdas, dan kerja professional untuk menggapai kesuksesan dunia dan akhirat sekaligus. Ramadan ini adalah momentum paling berharga untuk mewujudkan kesuksesan ganda tersebut. Wallahu alam. (H15-45)