Tanya:
Dalam bisnis spekulasi adalah hal yang wajar dan tidak bisa dihindari, apakah benar spekulasi dilarang dalam Islam?
Maísum, Pati
Jawab:
Spekulasi yang dilarang dalam agama adalah tindakan seseorang untuk memperoleh keuntungan dalam bisnis dengan mengandalkan kondisi dan sikap untung-untungan (gambling). Spekulasi terjadi karena adanya ketidakjelasan (jahalah) mengenai apa yang akan terjadi di kemudian waktu yang berdampak negatif dalam aktivitas bisnis.
Spekulasi ini disebut maisir yang diharamkan karena mengandung ketidakjelasan antara untung dan rugi (Al-mausuíah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, juz 39, halalaman 405).
Dalam Surat al-Maidah ayat 90 Allah Swt berfiman ”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.
Tindakan spekulasi berangkat dari keinginan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dengan tidak memperdulikan tanggung jawab dan dampak negatif yang merugikan. Contohnya seperti judi dan taruhan dimana pelaku berada pada posisi ketidakjelasan antara kalah dan menang, ketika kalah dia yang merugi, dan ketika menang orang lain yang rugi.
Dalam masing-masing kondisi itu memiliki dampak negatif. Spekulasi seperti inilah yang dilarang oleh agama karena dapat merugikan diri sendiri dan berakibat munculnya permusuhan antar manusia. Dalam Surat al-Maidah ayat 91, Allah berfirman ”Sesungguhnya setan itu bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi…”.
Spekulasi dan Risiko
Spekulasi berbeda dengan risiko meski masing-masing mengandung ketidakjelasan. Dalam spekulasi pelaku mengandalkan nasib untung-untungan (game of change) dengan risiko yang besar dan tidak jarang merugikan pihak lain.
Sedangkan risiko adalah kemungkinan yang wajar akan terjadinya kondisi untung dan rugi yang mengikuti setiap aktivitas bisnis. Risiko ini dalam agama dianggap sebagai kondisi yang wajar karena dalam kegiatan apa saja dapat dipastikan akan adanya risiko yang timbul seperti yang terjadi dalam prinsip bisnis. Allah berfiman, ”Dan tidak seorang pun yang dapat mengetahui dengan pasti apa-apa yang diusahakannya esok”.
(QS. Luqman: 34). Oleh karena itu dalam aturan bisnis (muamalah) terdapat kaidah khusus yang berbunyi ”alghunmu bilghurmi” yakni keuntungan seseorang terjadi dengan menanggung adanya kerugian. Artinya seseorang yang berhak keuntungan dalam bisnis ia harus siap menanggung risiko.
Dalam hal risiko, syariat menganjurkan adanya upaya untuk mengantisipasi seperti yang terdapat dalam Surat Al-Hasyr ayat 18 ”Hai orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.


Salah satu aturan mengantisipasi terjadinya risiko negatif dalam bisnis adalah larangan adanya ketidakjelasan bisnis seperti ketidakjelasan waktu, tempat, deskripsi barang, akad dan seterusnya yang semuanya mengarah pada keberpihakan masing-masing pelaku bisnis. Berbeda sekali dengan tindakan spekulasi yang cenderung berpihak pada salah satu dan merugikan pihak yang lain. Wallahu aílam. (H15-44)